Senin, 31 Agustus 2009


Ibuku, Ibuku, ibuku

Ibu merupakan kata tersejuk yang dilantunkan oleh bibir - bibir manusia.
Dan “Ibuku” merupakan sebutan terindah.
Kata yang semerbak cinta dan impian, manis dan syahdu yang memancar dari kedalaman jiwa.

Ibu adalah segalanya. Ibu adalah penegas kita dilaka lara, impian kita dalam rengsa, rujukan kita di kala nista.
Ibu adalah mata air cinta, kemuliaan, kebahagiaan dan toleransi. Siapa pun yang kehilangan ibunya, ia akan kehilangan sehelai jiwa suci yang senantiasa
merestui dan memberkatinya.

Alam semesta selalu berbincang dalam bahasa ibu. Matahari sebagai ibu bumi yang menyusuinya melalui panasnya.
Matahari tak akan pernah meninggalkan bumi sampai malam merebahkannya dalam lentera ombak, syahdu tembang beburungan dan sesungaian.

Bumi adalah ibu pepohonan dan bebungaan. Bumi menumbuhkan, menjaga dan membesarkannya. Pepohonan
dan bebungaan adalah ibu yang tulus memelihara bebuahan dan bebijian.

Ibu adalah jiwa keabadian bagi semua wujud.
Penuh cinta dan kedamaian.

(Kahlil Gibran)

Senin, 24 Agustus 2009

Karakter Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)


Dalam pengembangan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) diharapkan ada ciri-ciri yang semakin menguat sebagai pembeda dari sekolah lain. Ciri-ciri tersebut meliputi faktor fisik, intelektual, sosial dan spritual.

Penerapan keempat faktor tersebut dalam kurikulum dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Faktor Fisik

Siswa berdaya saing yang bagus karena memiliki disiplin dan motivasi yang baik.

Siswa diharapkan memiliki standar disiplin yang berlaku internasional. Dalam tahap pembelajaran siswa diharapkan lebih menghargai proses daripada hasil. Dalam proses tersebut dituntut untuk mengerjakan sendiri setiap tugas yang diberikan, menghargai waktu, taat pada peraturan sekolah dan negara, menjadi contoh bagi masyarakat disekitarnya dalam hal ketaatan terhadap peraturan. Siswa juga diharapkan bervisi jauh ke depan. Mampu melihat diri sendiri dan masyarakat serta membandingkannya dengan dunia internasional agar tercapai kemajuan yang signifikan.

Faktor Intelektual

Menggunakan standar yang lebih tinggi dari SI dan SKL yang diperkaya dgn adaptasi dan/atau adopsi kurikulum negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan negara maju lain.

  • Mengadaptasi dan/atau mengadopsi (menerapkan) isi, metode, pendekatan, penilaian dan hasil pembelajaran secara komprehensif sesuai dengan standar Internasional yang diacu.
  • Meningkatkan kreativitas guru untuk menggunakan multi metode (termasuk riset, penulisan karya ilmiah, pembelajaran dengan praktek dan inovasi).
  • Mendorong siswa untuk menggali keterkaitan antara etika, sains, estetika, dan teknolgi.
  • Mendorong siswa untuk terlibat dalam kegiatan interaksi antara kurikulum dengan kehidupan nyata (seperti pelayanan masyarakat, kepedulian lingkungan, pendidikan kesehatan dan sosial).
  • Mendorong dan memfasilitasi siswa melakukan riset dan penulisan karya ilmiah.

Mengembangkan kemampuan komunikasi siswa dengan sekurang-kurangnya satu bahasa asing

  • Membentuk komunitas dwi-bahasa (Bilingual Community) dalam sekolah.
  • Mendorong siswa agar mampu mengkomunikasikan gagasan, baik dalam bahasa asing maupun dalam bahasa ibu secara lisan dan tulisan.

Menerapkan bidang ICT sebagai daya saing di dunia internasional.

  • Mendorong siswa agar mampu menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah.
  • Memberikan fasilitas yang mendukung untuk dapat menerapkan ICT dengan baik.
  • Menciptakan situasi yang ”melek” ICT di sekolah.
  • penyediaan perangkat lunak (sofware) dan perangkat keras (hardware) yang memadai untuk menerapkan ICT di sekolah.

Menggunakan sistem satuan kredit semester (SKS)

  • Menggunakan sistem paket dan sistem SKS di SMP jika sekolah telah menyiapkan semua sarana dan prasarana pendukung.
  • Menerapkan sistem SKS di SMA.

Faktor Sosial

Mengembangkan sikap peduli terhadap lingkungan alam, sosial, dan budaya Indonesia

  • Memberikan pemahaman kepada siswa tentang konservasi lingkungan hidup dan menumbuhkan tanggung jawab siswa terhadap lingkungannya (misalnya menggunakan bahan-bahan daur ulang, menanam pohon, membuang sampah pada tempatnya).
  • Penyediaan sarana untuk menunjang sikap peduli terhadap lingkungan alam (mis: tong sampah yang berbeda untuk sampah basah dan kering, menyediakan lahan untuk bercocok tanam).
  • Mendorong siswa mengerti mengenai masalah-masalah sosial dan berperan aktif dalam memecahkannya.
  • Penyediaan pelajaran dan sarana belajar untuk tempat pengembangan minat terhadap budaya Indonesia (musik, tari-tarian, kuliner, kerajinan tangan/ketrampilan khas Indonesia, dll).

Menyiapkan siswa menjadi warga dunia yang bangga terhadap budaya bangsanya, mampu berpikir kritis dan holistik, memecahkan masalah, mandiri serta dapat berkerja sama dengan orang lain

  • Mendorong siswa agar mampu melihat masalah dari berbagai sudut pandang.
  • Membiasakan siswa untuk berdiskusi agar bersedia menerima perbedaan pendapat dan bekerja sama dengan orang lain.
  • Mendorong siswa agar mampu mandiri dan dapat menjalin kerja sama baik dengan orang lain maupun bangsa lain
  • Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan kebudayaan baik bersifat nasional maupun internasional.
  • Mendorong siswa agar dapat mengapresiasi karya budaya bangsa Indonesia dan bangsa lainnya.


Faktor Spiritual

Mengembangkan siswa menjadi manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, dan menjadi warga negara yang demokratis

  • Menjadikan siswa sebagai subyek pembelajaran.
  • Penyediaan sarana dan media bagi siswa untuk mengutarakan pendapatnya sebagai warga sekolah dan warga negara yang demokratis dan menghargai pendapat orang lain.
  • Membimbing siswa melakukan cara belajar yang benar.
  • (Learning How to Learn). Memberikan pengenalan nilai-nilai yang bersifal universal.

Selasa, 04 Agustus 2009

Sekolah Bertaraf Internasional, untuk Apa dan Siapa?


Persaingan global yang semakin mencuat dekade ini membuat pemerintah sedikit melakukan langkah yang dapat dikatakan tergesa-gesa. Bidang pendidikan kita yang condong pada pembelajaran multikultur membuat beberapa langkah pengupayaan kemajuan pendidikan sedikit kurang mengarah.Indonesia dengan keberagaman sisi ekonomi, sosial, serta budaya memang perlu membuat langkah jitu dalam hal pendidikan, tidak serta merta langsung mengarah pada dominasi luar negeri. Pemandangan pendidikan luar negeri memang sudah sangat maju, yang perlu digaris bawah adalah kemajuan itu dilakukan dengan bertahap hingga mendapatkan finishing yang gemilang. Australia, Inggris, Amerika, dan beberapa Negara di Asia memiliki standar pendidikan maju, beberapa alasan diantaranya adalah Negara tersebut aktif dalam menciptakan globalisasi seperti pertumbuhan ekonomi, penguasaan Iptek, dan penerapan aspek linguistic yang condong menerapkan bahasa dunia (bahasa inggris) sebagai media penyampaian pesan. Munculnya Sekolah Bertaraf International (SBI) di Indonesia dianggap sebagai langkah maju tumbuhnya perkembangan pendidikan setara luar negeri atau Internasional. Pengembangan SBI sendiri didasarkan pada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 50 ayat 3 yang secara garis besar ketentuan ini berisi bahwa pemerintah didorong untuk mengembangkan satuan pendidikan bertaraf internasional. Visi SBi sendiri yakni mewujudkan insane Indonesia cerdas, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Y.M.E, berakhlak mulia, berjati diri Indonesia, dan kompetitif secara global. Dengan adanya dasar dan visi pengembangan SBI tersebut pemerintah terus berusaha menyertakan ratusan SMP dan SMA seluruh Kabupaten/Kotamadya di Indonesia dengan memberikan sokongan dana ratusan milyar rupiah.Pembentukan SBI sendiri harus mengacu pada standar perumusan SBI yakni SBI = SNP + X. SNP adalah Standar Nasional Pendidikan dan X adalah penguatan untuk berdirinya SBI seperti sebagai penguatan, pengayaan, pengembangan, perluasan, pendalaman, adopsi terhadap standar pendidikan baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional umpamanya Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC, ISO, UNESCO. SNP sendiri memiliki 8 kompetensi yakni lulusan, isi, proses, pendidik dan tenaga kependidikan, sarpras, dana, pengelolaan dan penilaian.Dari ketentuan tersebut masyarakat dapat mengamati terutama sisi ekonomi tentang biaya yang dikeluarkan untuk memberhasilkan SBI di Indonesia. Teknis SBI sendiri masih terlihat gamblang salah satunya adalah penerapan pembelajaran model bilingual/menggunakan dua bahasa, Indonesia dan Inggris. Pada system ini pendidik diwajibkan untuk menggunakan bahasa Inggris dalam melakukan proses PBM, tentunya pendidik untuk SBI harus memiliki kompetensi tinggi dalam menerapkan bahasa inggris pasif/aktif.Kompetensi ini memiliki standar khusus antara lain nilai TOEFL > 500, padahal seseorang yang nilai TOEFL nya > 500 tidak tentu bisa menerapkan bahasa Inggris dalam memberikan pemahaman bidang pelajaran pada siswa. Penerapan bahasa inggris dalam SBI adalah tahun pertama guru menggunakan sekitar 75% bahasa Indonesia 25% bahasa Inggris, tahun kedua 50% bahasa Indonesia 50% bahasa Inggris, dan tahun ke tiga 75% bahasa Inggris 25% bahasa Indonesia, dari sini dapat dibayangkan pada tahun ketiga siswa yang tingkat bahasa Inggris nya kurang akan mengalami degradasi prestasi karena sulit mencerna pembicaraan dari guru. SBI sendiri membutuhkan banyak dana dalam pelaksanaannya, biaya yang dikeluarkan sangat besar. Tercatat, untuk memberhasilkan program ini ada dana tertentu yang bersumber dari pemerintah dan masyarakat diantaranya Pemerintah pusat 50%, Propinsi 30%, dan Kota/Kab. 20%. Standarisasi prosentasi sendiri masih belum jelas karena tiap-tiap SBI tentunya memiliki besaran dana yang tidak sama, misalnya SBI didaerah Malang akan berbeda dengan SBI di daerah Jakarta. SBI pada sekolah swasta akan berbeda pula besaran dananya, mengingat kucuran dari pemerintah mengalami seleksi khusus, jadi masyarakat yang tertarik dengan nama SBI dan itu pada sekolah swasta akan mengeluarkan dana besar, tentunya permasalahan ini akan kembali lagi pada mampu tidaknya seseorang untuk melanjutkan pendidikan, ironis sekali dengan pencanangan sekolah gratis yang diprogramkan pemerintah akhir-akhir ini. Dalam hal standarisasi output, siswa SBI harusnya lebih memiliki education skill tinggi mengingat proses KBM didalamnya mengunggulkan pada program Sains dan matematik. Beberapa kemungkinan yang timbul juga sangat beragam, output SBI tidak semuanya memahami mata pelajaran yang ada. Dapat kita bayangkan gambaran kekecewaan ketika siswa SBI memiliki output sama dengan siswa regular atau normal. Proses KBM yang menggunakan bilingual konsep akan cenderung memiliki balance yang kurang jika salah satu substansi lemah, seperti siswa kurang bisa mencerna proses dalam bahasa inggris atau terbalik guru yang kurang bisa menerapkan bahasa inggris saat mengajar. Secara konsep, memang siswa SBI dirintis untuk menyamai kurikulum internasional seperti pada Cambridge atau International Baccalaureate (IB), dari sisi ini fungsional ketika siswa SBI sedikit menyamai Cambridge atau IB masih tanda tanya. Output SBI yang sudah ada akan diarahkan kemana nantinya, terutama ketika mereka akan menginjakkan pendidikan di Universitas. Konsep SBI secara tujuan dan visi memang sangat bagus, dimana siswa sudah terlatih untuk berkomunikasi secara global dengan bahasa Inggris. Siswa SBI juga memiliki pengalaman belajar yang sama dengan IB atau Cambridge. Menjamurnya SBI di Indonesia dapat ditakutkan akan menjadi lahan bisnis dalam dunia pendidikan dan kembali lagi masyarakat akan jadi korban. Ada beberapa hal sebenarnya untuk menjadikan pendidikan di Indonesia maju tetapi secara sistematis dan konseptual. Sedikit ilustrasi, nama SBI yang sudah tercanangkan ini dapat diganti dengan program sekolah yang berbasis bilingual. Adanya English club atau pemusatan sekolah dengan melibatkan bahasa inggris akan lebih baik dari SBI. Ini dilihat dari proses SBI yang menekankan pada bahasa Inggris, tapi apakah pemahaman akan mata pelajaran juga meningkat. Hal lain adalah, nama SBI itu sedikit ”menyeramkan” karena masyarakat akan menilai SBI benar-benar seperti sekolah luar negeri, tapi ketika siswa luar negeri dihadapkan pada siswa SBI secara nyata akan terlihat perbedaan yang jauh. Dari sisi itu seharusnya siswa SBI memiliki kemampuan sama dengan siswa luar negeri, karena pemerintah juga berani menggunakan titel bertaraf internasional. Pemunculan SBI mengundang sedikit kontroversi terutama ketika dihadapkan pada multikultural di Indonesia.Titel taraf Internasional memberikan image tersendiri bagi masyarakat. Untuk apa dan siapa SBI ini juga masih menjadi polemik, karena siswa SBI didominasi oleh masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke atas, selain itu siswa SBI hanya untuk siswa diatas rata-rata SNP. Output SBI juga masih samar terutama ketika siswa ingin melangkahkan pendidikan lanjutan. Pemerintah memang harus jeli dalam membuat kebijakan pendidikan agar peningkatan pendidikan di Indonesia melonjak, bukan berarti melonjak adalah mengikuti/menyamai luar negeri tapi mendongkrak masyarakat bawah yang sebelumnya awam pendidikan menjadi paham pendidikan. Program SBI sendiri perlu mendapat evaluasi agar fungsional dan untuk siapa SBI dicanangkan menjadi jelas.Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/

RSBI

B. PENGERTIAN
SBI adalah sekolah nasional yang menyiapkan peserta didiknya berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) Indonesia dan tarafnya internasional sehingga lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional. Rumusnya adalah :
SBI = SNP + X
SNP meliputi kompetensi,
1. lulusan
2. isi
3. proses
4. pendidik dan tenaga kependidikan
5. sarana dan prasarana
6. dana
7. pengelolaan
8. penilaian
X adalah penguatan, pengayaan, pengembangan, perluasan, pendalaman, melalui adaptasi atau adopsi terhadap standar pendidikan baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional umpamanya Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC, ISO, UNESCO.
Komentar saya:
Satu
“Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC, ISO, UNESCO.”
Cambridge: saya kurang tahu karena belum pernah ada pengalaman. Teman mengatakan baik, tetapi saya belum memeriksa.
Toefl: Toefl yang mana yang dimaksudkan dan kenapa memilih Toefl? Kalau Toefl yang lama (Paper-Based) lebih baik pilih IELTS. (Dijelaskan lebih lengkap di bawah).
ISO: oke, standar international. Saya baru tahu ada ISO untuk sekolah.
UNESCO: Hmm. Unesco punya tujuan apa di dunia ini? Apa sesuai dengan situasi dan kondisi bangsa ini? Apa sesuai dengan agama Islam (mayoritas dari penduduk)?
Dua
“Visi: Terwujudnya insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara internasional”
Bagi murid tertentu. Hanya buat anak yang lulus proses seleksi. Sisa dari murid (mayoritas) diabaikan.
Tiga
“MISI = Mewujudkan manusia Indonesia cerdas dan kompetitif secara internasional, yang mampu bersaing dan berkolaborasi secara global.”
Buat anak tertentu, bukan semua. Bukannya anak ini bersaing secara national juga? Mereka akan menjadi lebih pintar dari tetangga (dengan bantuan dari pemerintah) dan akan mengalakan orang lain pada saat berjuang untuk pekerjaan yang sama di dalam negeri. Berarti Pemerintah akan menentukan “siapa” yang bakalan menjadi sukses (karena anak pilihan diberikan bantuan sebanyak mungkin, dengan uang pajak anda, untuk menjadi lebih pintar dari anak tetangganya, yang juga bayar pajak).
Empat
“SBI menggunakan bahasa Inggris dan menggunakan teknologi komunikasi informasi (ICT) (p.6)”
Kualitas bahasa Inggris sebelum masuk atau ditentukan? Lewat Toefl? Toefl yang lama (Paper-Based) atau yang baru?
Jadi harus pintar bahasa sebelum masuk. Siapa bilang lulusan Toefl itu pintar menggunakan bahasa Inggris? Mayoritas dari murid Toefl saya (saat mengajar di kursus bahasa Inggris) hanya mampu masuk kelas Basic atau Intermediate kalau masuk kelas regular. Mereka hanya mengikuti Toefl untuk dapat nilai Toefl setinggi mungkin biar bisa daftar kuliah. Kemampuan menggunakan bahasa tidak bisa ditentukan lewat Paper-Based Toefl
Tujuan sekolah ini berubah dari “membuat anak pintar” menjadi “hanya menerima anak pintar yang akan menjadi lebih pintar dengan mudah setelah diajar”.
Mungkin ada anak yang akan menjadi pintar sekali dalam bahasa Inggris kalau ada kesempatan untuk belajar. Tetapi karena tidak sanggup bayar kursus di EF atau ILP, dia tidak bisa berbahasa Inggris saat ini, dan karena itu akan ditolak masuk program SBI ini.
Lima
“STANDAR OUTPUT = Lulusan SBI memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir yang canggih serta kemampuan berkomunikasi secara global. Mampu menerapkan nilai-nilai (religi, ekonomi, seni, solidaritas, dan teknologi mutakhir dan canggih), norma-norma dan etika global untuk bekerja sama lintas budaya dan bangsa.”
Nilai2 global = nilai religi global, nilai ekonomi global, nilai seni global, norma2 global, etika global untuk bekerja “lintas budaya dan bangsa”
Contoh:
Nilai religi global: semua agama sama. Kalau anak mau pindah agama dari Islam menjad Kristen, tidak boleh dikritik atau dicegah. Hak dia. Orang tua harus terima! Kalau tidak, melanggar HAM anak.
Nilai ekonomi global: kapitalisme di atas segala2nya. Kalau pabrik rugi sedikit, dan harus mem-PHK ribuan orang untuk menjaga profit share bagi investor, lakukan saja. Tidak usah memikirkan dampak sosial. Itu urusan orang lain.
Globalization adalah benar, dan semua pasar harus terbuka. (Tetapi jangan coba menjual ke Amerika Serikat. Hanya sebagian dari pasarnya terbuka, sisanya masih dilindungi dari persaingan international (misalnya, agriculture, steel, textile, pharmaceuticals, car manufacturing, dll.). Intinya, semua negara, selain dari yang berkuasa, harus membuka pasarnya untuk perdagangan bebas. Sosialisme atau kepedulian sosial bukan bagian dari ekonomi.
Nilai seni global: telanjang bulat (kaya Anjasmara menjadi Nabi Adam AS.) adalah seni. Tidak boleh dikritik. Fotografer Spencer Tunik membuat foto dengan ratusan sampai ribuan orang telanjang bulat di tempat umum (seperti taman kota) di berbagai negara. (Gallery: http://www.i-20.com/artist.php?artist_id=19 ). Ini adalah seni. Jangan mengritik! Anak anda akan belajar tentang nilai seni global ini dan barangkali akan mengundang Spencer ke Jakarta.
Norma2 global: Bercerai, normal. Hidup dengan “pasangan” dan membesarkan anak tanpa harus menikah, normal. Mencoba sedikit narcoba, normal. Minum alcohol (tidak sampai mabuk), normal. Punya banyak teman yang homo, normal. Menjadi Pekerja Seks Komersial, normal (bahkan di Australia membayar pajak!). Menjadi donor sperma, normal. Aborsi, normal. (Di beberapa negara, bila anak remaja ingin lakukan aborsi, dokter wajib layani dan dilarang memberitahu orang tua dari anak itu). Tidak peduli pada orang tua, normal.
Etika global: Ketika anda memimpin delegasi AS ke Cina untuk membuat Perjanjian Perdanganan, jangan membahas Pelanggaran HAM. Ketika ada keributan di Papua, menegor Indonesia tentang HAM (karena perdagangan Indonesia dengan AS tidak begitu penting). Membunuh satu orang Amerika merupakan tindakan kriminal terbesar di dunia. Menjatuhkan bom di atas sebuah kota dan membunuh 600.000 orang yang tidak berdosa, tidak menjadi soal. Dan jumlah orang yang dibunuh AS tidak perlu dihitung secara terinci (perkiraan saja juga tidak perlu diterima). Yang penting, jangan sampai manusia terbaik di dunia ini (warga AS) diancam, diculik, disiksa, atau dibunuh. Kalau warga negara lain, no problem. Kalau AS menyiksa tahanan, disebut “interogasi”. Bila negara lain melakukannya, disebut “penyiksaan”. Bila AS menahan orang tanpa disidang untuk bertahun-tahun, mereka adalah “enemy combatant”. Bila negara lain melakukannya, mereka adalah “tahanan politik” yang harus segera dibebaskan.
Tujuan? Apa tujuannya kerukunan, kesamaan, dan sikap pluralisme dan liberalisme di seluruh dunia? Negara anda dan nilai-nilai budaya anda tidak lebih benar dari yang lain. Semuanya sama-sama benar. Tetapi yang sesungguhnya “benar” adalah apa yang sudah ditentukan dan menjadi biasa di bangsa2 barat (mantan penjajah dan pengusasa dunia) dan anda harus ikut mendukung apa saja yang sudah ditentukan sebagai “kebenaran”. Kalau anda berbeda pendapat, maka anda harus belajar lebih banyak supaya bisa rukun (baca: nurut).
Apakah semua ini termasuk yang diinginkan buat anak Indonesia? Setelah diajarkan “norma-norma global” ini, bukannya mereka akan mulai bersikap seperti orang barat yang sekuler dan kafir?
Enam
“STANDAR PROSES = A) Pro-perubahan, B) Menumbuhkan dan mengembangkan daya kreasi, inovasi, nalar dan eksperimentasi”
Dalam semua bidang? Temasuk agama? Bahasa?
Tujuh
“STANDAR INPUT: A) INTAKE = diseleksi ketat, memiliki potensi kecerdasan unggul, yang ditunjukkan oleh kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual dan berbakat luar biasa”
Deseleksi ketat? Apakah ini supaya mudah berhasil? Kalau dimulai dengan anak yang paling pintar di seluruh nusantara, lalu anak itu berhasil, apakah karena program SBI atau apakah karena mereka akan berhasil dengan sekolah apapun?
Siapa yang bisa menentukan anak yang “memiliki potensi kecerdasan unggul” secara massal dan cepat? Dari mana ketahuan memilki potensi ini? Ditentukan dengan tes apa? Kalau ada anak yang agak bego saat dites, tapi setelah dididik menjadi pintar sekali, bagaimana? Kenapa dia tidak berhak dididik dengan sebaik mungkin juga?
Pengalaman Pribadi Teman Saya: Ada seorang teman yang kumpulkan teman2nya untuk santuni beberapa anak. Ibu2 itu dengan sengaja mengambil anak yang nilainya kurang bagus (karena biasannya orang memilih anak yang nilainya tinggi, sehingga yang lain tidak mendapat kesempatan). Setelah disantuni beberapa bulan, nilai semua anak itu meningkat. Ternyata, nilai tes mereka selalu rendah karena mereka jualan setelah sekolah, tidak punya buku atau pensil di rumah dsb. Setelah mendapat bantuan nyata, mereka bisa belajar dengan benar di rumah juga dan nilai mereka meningkat.
SBI hanya memilih anak yang “memiliki potensi kecerdasan unggul”!!! Yang lain, biarkan saja!
Delapan
INSTRUMENTAL INPUT: A) Kurikulum Plus X, B) Guru memiliki kompetensi professional (penguasaan mata pelajaran), pedagogic, kepribadian dan social bertaraf internasional yang ditunjukkan oleh penguasaan bahasa Inggris. Mampu menggunakan ICT mutakhir dan canggih (laptop, LCD, dan VCD).
Dapat guru hebat ini dari mana? Dibutuhkan ribuan dalam waktu singkat. Profesional = menguasaikan mata pelajaran sesuai dengan standar internasional. Apa ada ribuan guru seperti itu sekarang? Atau perlu dilatih? Oleh siapa? Di mana? Untuk berapa lama? Dan apakah guru ini akan digaji selama mengikuti latihan?
Kepribadian dan social bertaraf internasional? Kata Jusuf Kalla, guru Indonesia tidak dapat dipercayai karena mereka akan luluskan semua anak. Berarti etika profesional mereka rusak. Siapa yang akan memperbaikinya?
Bahasa Inggris? Siapa yang akan melatihkan guru ini untuk 1-2 tahun sehingga sanggup mengajar dalam bahasa Inggris? Dibutuhkan ratusan trainer untuk mengajar para guru bahasa Inggris. Di mana ratusan trainer itu?
Sembilan
Catatan : Pada lampiran 2 Standar guru SBI haruslah mampu mengajar dalam bahasa Inggris secara efektif (TOEFL > 500, Kepala Sekolah TOEFL >500, Pustakawan TOEFL > 450, Laboran TOEFL > 400, Kepala TU harus S-1 dan TOEFL> 450
Toefl yang mana yang dimaksudkan? Yang disebut “Institutional Test” atau “Paper-Based Test” yang lama? Bentuknya, ada tiga ujian dan semuanya multiple choice. Orang yang tidak bisa berbahasa Inggris dengan baik (tingkat Basic 2 – Basic 3) bisa mendapat 500-550 di tes ini. Sebagai mantan guru Toefl, tugas saya bukan untuk mengajarkan bahasa Inggris akademik, melainkan mengajarkan trik-triknya supaya murid yang awam bisa mendapat nilai 500 untuk daftar kuliah di UI dll.
Atau tes yang baru yang dimaksudkan: IBT (Internet Based Test) yang dikerjakan online? Ini jauh lebih sulit daripada yang paper based. Waktu saya mengikuti training untuk mengenal tes baru ini, kami (para guru Toefl) berdebat selama 20 minit untuk menjawab satu pertanyaan karena begitu sulit. Kalau kemampuan para guru tidak advanced (mendekati Native Speaker), akan sulit sekali untuk lulus IBT dengan nilai yang tinggi. Akan dibutuhkan waktu 1-2 tahun persiapan untuk lulus dari ujian ini.
Sepuluh
“Lab.Fisika, Kimia, Biologi, Bahasa, dan IPS”
Lab Bahasa ketinggalan zaman. Tidak ada yang gunakan di sekolah Australia dan Selandia Baru. Setahu saya, lebih banyak negara yang tidak menggunakannya lagi daripada yang menggunakannya. Lab bahasa terlalu terbatas dan bagi anak sekolah, jauh lebih bermanfaat menggunkan pelajaran bahasa yang komunikatif dengan kerja kelompok, berpasangan, diskusi, berdebat, dsb.
Sebelas
“KEBIJAKAN PENGEMBANGAN: 1. Ekualitas dan aksesibilitas : Siswa miskin tapi pandai harus diterima dengan subsidi silang”
Ekualitas buat yang sangat pintar saja. Yang dianggap pintar biasa saja (karena jualan koran sampai jam 10 malam biar ada uang sekolah) tidak mendapat kesempatan. Ini ekualitas apa?
Duabelas
“1) SBI meningkatkan mutu input, proses, dan outputnya, 2)Tatakelola yang baik (good governance) : partisipatif, transparan, akuntabel, professional, demokratis, tanggungjawab, layanan prima, tidak KKN, ada kepastian hukum, ada kepastian jaminan mutu”
Ini sebelum atau sesudah ada petugas pemerintah yang “menghilangkan” sebgaian dari dananya untuk kepentingan sendiri? Ingat yang ditulis di paling atas: SBI adalah program baru dari sebuah kaum yang “menghilangkan” (baca: MENCURI) Rp 4,6 TRILLION dari anggaran pendidikan tahun 2006!!!
Tetapi karena dana masuk program SBI (daripada umum), tidak akan hilang? Semua orang di Diknas dan Propinsi sudah bertaubat dan tidak akan “merampok” anak SBI demi kepentingan diri sendiri? Hanya anak di Sekolah Negeri biasa yang akan “dirampok” terus setiap tahun?
(Malu deh kalau uang untuk beli laptop bagi anak SBI diselewengkan. Kalau uang untuk atap kelas baru di SDN, no problem deh!)
Tigabelas
STRATEGI IMPLEMENTASI: Pelaksanaan SBI harus dimulai dari kondisi nyata di Indonesia..
Maksudnya? Harus dimulai dari gedung yang atapnya runtuh, lapangan rusak berat, tembok banyak retak, tidak ada perpustakaan di sekolah, guru sering bolos karena punya 2 pekerjaan lain supaya bisa mendapat nafkah hidup yang cukup, dan seterusnya. Inilah “kondisi nyata” yang dimaksudkan?
Berarti harus ada berbagai macam proyek untuk memperbaiki semuanya. Atau hanya sekolah yang sudah dalam kondisi bagus yang akan digunakan? Sekolah yang seperti di atas, biarkan saja dalam keadaan rusak?
Empatbelas
Perintisan SBI harus berdasarkan pada data-data actual dan factual.
Siapa yang akan mengumpulkan data-data ini? Orang yang sama yang menghilangkan 4,6 TRILLION dari anggaran pendidikan tahun 2006? Tetapi sekarang mereka akan mampu mengumpulkan data yang akurat? Apalagi kalau data itu menunjukkan bahwa program mereka gagal dan ada dana yang “hilang”? Tiba-tiba mereka akan menjadi orang yang bisa menghitung secara akurat dan jujur? Tetapi penggunaan dana anggaran tahun 2006 tidak bisa dihitung secara akurat?
Limabelas
STRATEGI PEMBIAYAAN
Pemerintah Pusat = 50 %
Pemerintah Propinsi = 30 %
Pemerintah Kota/Kab. = 20 %
Ini secara teoretis. Yang akhirnya masuk ke sekolah berapa persen? Tinggal sisanya setelah sebagian menjadi “hilang”.
Enambelas
Bagi SBI swasta, biaya pendidikan ditanggung oleh masyarakat dan yayasan pendiri sekolah tersebut. Subsidi pemerintah dapat diberikan atas dasar persyaratan tertentu.
Sekolah swasta akan menerima uang pajak kita? Jadi kalau saya seorang sopir mikrolet, termasuk kaum yang tidak mampu, uang pajak saya diambil dan diberikan pada sebuah sekolah swasta biar anak orang kaya bisa mendapatkan fasilitas yang lebih baik lagi? Dan di SDN anak saya, atap yang hampir runtuh dibiarkan saja. Hanya SBI dan SBI Swasta yang diperhatikan? Lebih baik saya tidak membayar pajak daripada uang saya diberikan ke sekolah swasta!
KESIMPULAN
Rencana Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) ini adalah sebuah rencana yang kelihatannya dibuat sepihak saja, tanpa konsultasi, tanpa berfikir terlalu dalam tentang dampaknya, sebuah rencana yang tidak relevan, tidak dibutuhkan, tidak adil, and hanya menguntungkan sebagian anak (minoritas) dan mengabaikan yang lain (mayoritas), tetapi menggunakan uang pajak kita.
(Saya jadi ingat Busway dari Gubunur Sutiyoso yang dibuat secara buru-buru dengan ciri-ciri perencanaan yang sama, dan sekarang terancam berhenti karena bankrut!)
Saya melihat ada banyak kesempatan untuk orang yang telah “menghilangkan” 4,6 TRILLION rupiah dari anggaran pendidikan tahun 2006 untuk membuat macam-macam proyek baru dengan segala bentuk “mark-up” dan komisi yang akan menguntungkan mereka. Akan ada proyek beli laptop, proyek renovasi gedung sekolah, proyek beli buku, proyek beli perlengkapan belajar (meja, kursi, dll.), proyek melatihkan guru, proyek kesejahteraan guru, proyek asuransi, dan banyak proyek baru yang lain. Apakah semuanya akan dijalankan dengan cara yang benar dan terbuka?
Apakah rencana SBI ini akan membuat sebuah kaum elit, yang terdiri dari anak yang mendapat kesempatan masuk SBI, menjadi sukses dan menjadi orang yang paling kaya dan berkuasa di negara ini? Dan semua itu dikerjakan dengan uang pajak kita? Anak anda belum tentu diterima. Dan setelah dia lulus dari sekolah biasa dengan nilai biasa, dia akan mencari pekerjaan dan langsung bersaing dengan anak tetangga anda yang dibuat lebih pintar oleh pemerintah karena dia diterima di SBI. Pada saat para employer melihat anak dari sekolah biasa dan anak dari SBI melamar untuk pekerjaan yang sama, kira-kira yang mana yang akan diterima?
Uang pajak anda menciptakan masa depan dan kemungkinan besar akan sukses bagi anak orang lain, sedangkan anak anda dibiarkan saja menderita dalam sekolah negeri biasa dengan atap kelas yang hampir ambruk.
Kemudian, apakah anak ini yang lulus dari SBI menjadi mirip sekali dengan orang barat? Apakah mereka akan lebih senang berbincang dalam bahasa Inggris dan meremehkan atau anggap bodoh orang yang tidak bisa berbahasa Inggris (seperti neneknya)? Apakah mereka akan sanggup kuliah dalam bahasa Indonesia?
Apakah anak SBI ini menjadi mirip dengan orang barat? Apakah mereka akan tinggalkan nilai-nilai agama dan budaya yang diajarkan orang tua dan menggantikannya dengan nilai-nilai “universal” yang didapatkan di sekolah (yang telah direstui Unesco dll.)? Kira-kira berapa banyak dari anak ini akan murtad atau pindah agama? Apakah tidak perlu dipikirkan? Apakah tidak perlu kuatir? Siapa yang melakukan analisa terhadap masa depan anak ini? Dan siapa yang akan melindungi mereka dari kerusakan budaya negara barat yang sekuler?
Singkatnya, rencana SBI ini adalah sebuah rencana yang sudah mengandung unsur-unsur yang bisa merusak agama dan budaya anak bangsa ini, dan membelah anak bangsa menjadi kaum elit dan kaum biasa.
Apakah ini yang dinginkan orang tua?
Pajak anda yang akan digunakan!
Semoga bermanfaat,

Senin, 03 Agustus 2009

DUNIA PENUH BEBAN (RUMMI)


Dari langit setiap saat wahyu turun ke dalam kalbumu,“Bagaikan sampah berapa lamakah usia hidupmu di atas bumi? Naiklah!”Sesiapa yang beban jiwanya berat, pada akhirnya akan menjadi sampah.
Apabila sampah memenuhi tong, bersihkan!Janganlah lumpur itu dibuat kewruh setiap kali,Agar air kolammu jernih dan sampah mudah dibuang dan dukamu sembuh.
Demikian roh, bagaikan obor, asapnya lebih tebal dibanding cahayanya.Apabila gumpalan asap lenyap, cahaya dalam rumah tak akan dipermainkan lagi.Kau sentiasa bercermin ke dalam air keruh,Kerana itu bukan bulan ataupun matahari kau lihatApabila kegelapan menutup langit, matahari dan bulan tak nampak.Angin utara bertiup, udara segar.
Untuk membawa udara segar angin sepoi bertiup pada waktu subuh.Angin roh bertiup membuat segar dada yang sesak disebabkan derita.Nafas ringan terhela dan jiwa rasa hampa.
Di bumi roh ialah pengembara asing, negeri tanpa ruang itulah yang ia rindukan,Mengapa nafsu amarah sentiasa gelisah?Roh suci, berapa lamakah kau akan mengembara di bumi?Kau elang raja, terbanglah kembali kepada siul Baginda!