Rabu, 25 November 2009

Putusan MA Tak Pengaruhi Ujian Nasional

BSNP: Putusan MA Tak Pengaruhi Ujian Nasional
Rabu, 25 November 2009 19:08 WIB | Peristiwa | Pendidikan/Agama | Dibaca 1620 kali
Semarang (ANTARA News) - Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Prof Mungin Eddy Wibowo mengatakan, putusan Mahkamah Agung (MA) yang melarang pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tak mempengaruhi penyelenggaraan UN pada 2010.

"Kami akan tetap menyelenggarakan UN pada 2010 sesuai dengan jadwal yang ditetapkan dan hal itu juga telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan," katanya saat dihubungi dari Semarang, Rabu.

Menurut dia, sesuai dengan amanat PP Nomor 19/2005 tersebut, BSNP berkewajiban untuk menyelenggarakan UN bekerja sama dengan berbagai pihak, antara lain pemerintah, pemerintah daerah, setiap satuan pendidikan, termasuk kalangan perguruan tinggi.

Penyelenggaraan UN 2010 menurut dia, juga didasari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 75/2009 tentang UN tingkat SMA dan SMP, serta Permendiknas Nomor 74/2009 tentang Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) untuk SD.

Ia mengatakan, sesuai PP Nomor 74/2009 tersebut, UN tingkat SMA, MA, dan SMK 2010 akan diselenggarakan pada minggu ketiga Maret 2010 mendatang, sedangkan UN untuk SMP akan diselenggarakan satu minggu setelah pelaksanaan UN tingkat SMA, MA, dan SMK.

"Kami memang mengakui dalam penyelenggaraan UN terdapat berbagai tindak kecurangan, namun kami tetap melakukan evaluasi dan perbaikan berkaitan dengan penyelenggaraan UN setiap tahunnya," kata guru besar Universitas Negeri Semarang (Unnes) itu.

Berkaitan dengan putusan MA itu, Mungin mengatakan, pihaknya akan mempelajari putusan MA terkait penolakan kasasi perkara UN yang diajukan pemerintah, sebab pihaknya hingga saat ini belum mendapatkan salinan resmi putusan MA tersebut.

Mungin menilai, penyelenggaraan UN secara obyektif, transparan, dan akuntabel tetap diperlukan, sebab hasilnya dapat digunakan untuk memetakan mutu pendidikan secara nasional, menentukan kelulusan, dan digunakan dalam seleksi masuk ke perguruan tinggi.

"Namun, UN hanya salah satu indikator penentu kelulusan, sebab masih ada beberapa indikator lain yang menjadi penentu kelulusan selain UN, seperti ujian akhir sekolah (UAS)," kata Mungin.

Perkara itu bermula dari "citizen lawsuit" (gugatan warga negara) yang diajukan Kristiono dan kawan-kawan terhadap presiden, wakil presiden, Menteri Pendidikan Nasional, dan Ketua BSNP yang dinilai lalai memenuhi kebutuhan hak asasi manusia (HAM) di bidang pendidikan.

Pada peradilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, gugatan tersebut diterima. Pengadilan Tinggi Jakarta menguatkan putusan itu pada 6 Desember 2007. Pemerintah lalu mengajukan kasasi ke MA.

Akhirnya, MA melarang UN yang digelar Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), sebab kasasi gugatan UN yang diajukan pemerintah ditolak MA. MA memutuskan menolak kasasi perkara itu dengan nomor register 2596 K/PDT/2008 yang diputus pada 14 September 2009.(*)

Rabu, 11 November 2009

Pemerintah Akhirnya Integrasikan UN dengan SNMPTN

JAKARTA--Pemerintah melalui Depdiknas akhirnya memutuskan pada tahun 2011 pelaksanaan dan hasil ujian nasional (UN) bisa dintegrasikan dengan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN).

Hal itu disampaikan Mendiknas Mohammad Nuh didampingi seluruh jajaran eselon I di lingkungan Depdiknas, dan Rektor Universitas Negri Surabaya yang juga Ketua Panitia SNMPTN Haris Supratno, di Depidknas, akhir pekan lalu.

Dalam kesempatan itu, Ketua SNMPTN Haris Supratno mengatakan, pembuatan soal, pengawasan dan hal-hal lain sudah dilibatkan dalam pengawasan tes masuk, pembuatan soal, juga hal-hak yang kecil lainnya. Dan mulai tahun ini pun PTN sudah dilibatkan dalam proses UN. Dari mulai pemuatan soal, distribusi, pelaksanaan, dan evaluasi. "Dengan pelibatan PTN, diharapkan pada 2010 UN sudah kredibel dan tidak usah tunggu 2012 untuk mengintegrasikan UN dengan SNMPTN," ujarnya.

PTN sudah dilibatkan dalam UN mulai dari penyusunan soal ujian, cetak naskah, distribusi ke sekolah-sekolah, pengawasan ujian hingga scanning lembar jawaban ujian. "Tahun ini UN belum bisa dijadikan syarat masuk PTN," cetus Haris.

Adapun Mendiknas mengungkapkan, baru saja bertemu dengan rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Unair, Unesa, ITS, Unram (universitas Mataram), dan UNY untuk membicarakan masalah ini. Masalah terintegrasinya UN dengan SNMPTN merupakan salah satu isu strategis yang dikemukakan mendiknas baru dalam reformasi pendidikan di kabinet Indonesia Bersatu jilid II.

Haris, yang juga merupakan rektor Universitas Negeri Surabaya (Unesa) mengatakan, hal ini sebenarnya sudah disiapkan sejak 2008 saat mendiknas masih dijabat Bambang Sudibyo. Saat itu, ditargetkan pada 2012 hasil UN sudah bisa diintegrasikan dengan SNMPTN sehingga tidak usah ada ujian lagi untuk masuk PTN, cukup gunakan UN.

Di sisi lain Mendiknas mengungkapkan, program 100 hari yang terdiri dari penyediaan internet massal di 17.500 sekolah, penguatan kemampuan kepala dan pengawas sekolah, beasiswa PTN bagi 20 ribu siswa setingkat SMA yang berprestasi, dan kurang mampu serta kebijakan khusus bagi guru daerah terpencil.

Selain itu, program yang mesti selesai hingga Januari 2010 adalah penyempurnaan rencana strategis Diknas 2010-2014, pengembangan budaya dan karakter bangsa, pengembangan metodologi belajar mengajar dan membuat roadmap sinergi lembaga pendidikan dengan pengguna lulusan untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan. ant/eye By Republika Newsroom
Senin, 09 November 2009 pukul 17:

Guru Bertugas Bangkitkan Anak Didik Bercita-Cita


JAKARTA--Tugas utama seorang guru dengan kemuliaannya adalah mampu memotivasi dan membangkitkan agar anak didik punya cita-cita. Guru diharapkan mampu mendorong anak didik bersikap optimistis. Guru dianggap berprestasi jika siswa-siswa mampu melebihinya.

Hal tersebut disampaikan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh dihadapan para finalis Lomba Kreasi dan Inovasi Media Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama Tingkat Nasional, Selasa (10/11) di Gedung Depdiknas.

"Anak didik kita itu masa depan kita semua. Oleh karena itu, dia harus kita berikan motivasi dan dorongan-dorongan agar dia punya cita-cita, punya mimpi-mimpi besar. Media (pembelajaran) yang akan kita lombakan sebagai kreasi dan inovasi dari bapak ibu sekalian itu adalah sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari ikhtiar untuk meningkatkan kualitas pendiidkan kita," kata Mendiknas.

Tema lomba adalah 'Media Pembelajaran untuk Menciptakan Proses Pembelajaran yang Efektif, Efisien, dan Mengembangkan Kemandirian dalam Belajar Para Siswa'. Lomba bertujuan untuk memotivasi guru SMP seluruh Indonesia untuk berkreasi, berinovasi, dan menggunakan media untuk pembelajaran yang efektif, efisien, interaktif, menyenangkan, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa kreativitas dan kemandirian peserta didik di dalam belajar.

Panitia penyelenggara lomba telah menetapkan 198 karya yang lolos ke tahap peniliaian babak II dari 307 karya yang diterima panitia dari seluruh Indonesia. Mendiknas menyatakan, bagi para pemenang akan mendapatkan penghargaan yaitu dibantu untuk mengurus hak cipta hasil karyanya. "Para pemenang kita berikan penghargaan. Salah satu diantaranya kita bantu mendapatkan hak cipta, sehingga hasil karya ibu dan bapak ada pengakuan," kata Mendiknas.

Menurut Mendiknas media pembelajaran dapat diibaratkan sebagai jembatan. Mendiknas menjelaskan, jika guru sudah menyiapkan informasi-informasi yang luar biasa, tetapi karena medianya tidak bagus maka informasi akan hilang dan tidak sampai ke siswa atau kalau sampai sudah berkurang. "Sehingga media (pembelajaran) ini sangat penting," katanya.

Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas Suyanto melaporkan, karya yang dilombakan merupakan hasil penelitian termasuk penelitian tindakan kelas yang berfokus pada pengembangan atau penciptaan inovasi dan pemanfaatan media pembalajaran baik media sederhana atau multimedia.

Suyanto menyebutkan, media pembelajaran ini digunakan untuk pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Matematika, IPA, IPS dan PKN. "Media pembelajaran yang dimaksud telah digunakan dalam proses pembelajaran dasar empiris, memfasilitasi pembelajaran yang efektif, efisien, interaktif, dan menyenangkan, " tegasnya. ant/eye
By Republika Newsroom
Selasa, 10 November 2009 pukul 20:44:00

Selasa, 10 November 2009

SNMPTN Akan Dihapus

Surabaya, (Analisa)

Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) akan dihapus oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Rencananya akan diganti dengan sistem nilai dari hasil ujian di tingkat SMA.

Saat ini berbagai persiapan dilakukan oleh Depdiknas yaitu dengan meningkatkan kerjasama perguruan tinggi dengan sekolah. "Kredibilitas ujian nasional masih perlu ditingkatkan. Sehingga perguruan tinggi dan sekolah harus bisa kerjasama untuk proses integrasi ujian nasional. Kami menuntut tahun ini integrasi itu selesai sehingga SNMPTN perlahan bisa dihapus," kata Menteri Pendidikan Nasional, M Nuh.

M Nuh mengatakan itu di sela-sela Pembukaan Lomba Citra Elektronik Nasional XIV di Balai Pemuda Jalan Pemuda, Surabaya, Senin (9/11). Menurut Nuh, penghapusan SNMPTN untuk memperpendek rantai siswa masuk perguruan tinggi. Tidak menutupi kemungkinan soal-soal masuk ujian nasional merupakan perpaduan dari pakar perguruan tinggi dan akademisi di sekolah.

"Cuma saya tidak mau ada asumsi SMNPTN dihapus. Tapi kalau kualitas ujian nasional semuanya bisa jadi berubah. Kenapa ujian SD bisa digunakan SMP dan hasil SMP bisa digunakan SMA sedang hasil ujian SMA juga bisa digunakan masuk PT," tandasnya. (dtc)

Senin, 09 November 2009

UN Masa Depan

Dalam menghadapi ujian nasional, sesungguhnya adalah lebih bijaksana jika pelajarlah yang dipersiapkan sebelumnya.
Makin tinggi: Hasil UN harus memiliki nilai rata-rata minimal 5,50 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikanBerbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pelaksanaan ujian nasional (UN) Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat 20-24 April lalu dilaksanakan di tengah riuhnya perpolitikan negara dalam rangka penghitungan suara pasca-pemilu legislatif 9 April 2009. Sementara UN tingkat sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah dasar (SD) sederajat diselenggarakan Mei 2009, di tengah suhu politik yang sedang memanas menjelang pemilihan presiden 8 Juli 2009.

Tapi di tengah susana demikian, polemik atas kebijakan UN ini masih tetap terjadi antara pihak yang pro dan kontra. UN memang sangat vital buat pelajar maupun sekolah. Kelulusan UN merupakan salah satu penentu masa depan pelajar. Sementara bagi sekolah, persentase kelulusan siswa merupakan tolok ukur keberhasilan sekolah tersebut dalam mendidik. Dengan motivasi itu, pelaksanaan UN tahun ini juga masih tetap diwarnai beberapa kecurangan seperti kebocoran soal. Tidak jauh seperti tahun sebelumnya, rata-rata kecurangan tersebut dilakukan secara kolektif dan terencana. Sekadar contoh, di Kabupaten Bengkulu Selatan, 16 orang kepala sekolah diberitakan diperiksa kepolisian karena terlibat dalam kasus kecurangan.

Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, UN sudah diselenggarakan. Tentu tidak bijaksana jika berlarut-larut dalam polemik setuju atau tidak setuju dan jujur atau tidak jujur. Membicarakan UN sekarang ini adalah lebih baik membicarakan bagaimana membuat UN tahun ini sebagai pembelajaran untuk menghadapi ujian tahun depan.

Seperti diketahui, sejak diberlakukannya UN, grafik standar kelulusan ada perubahan walaupun berfluktuatif setiap tahunnya. Dimana standar kelulusan pada tahun 2002 (3,01 ), 2003 (3,01), 2004 (4,01), 2005 (4,01), 2006 (4,50), 2007 (5,00), 2008 (5,25), dan tahun 2009 sebesar 5,50. Khusus untuk tahun ini, standar ini mengartikan bahwa hasil UN harus memiliki nilai rata-rata minimal 5,50 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan, dengan nilai minimal 4,00 untuk paling banyak dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya. Sedangkan untuk SMK, nilai uji kompetensi keahlian minimum 7,00 dengan nilai teori kejuruan minimum 5. Nilai uji kompetensi keahlian digunakan untuk menghitung nilai rata-rata UN.

Tujuan menaikkan standar kelulusan itu setiap tahunnya, yakni untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, sejauh ini masih mendapat pembenaran. Terbukti, seperti dikatakan Kepala Pusat Penelitian Pendidikan (Puspendik) Depdiknas Burhanudin Tolla pertengahan April lalu, langkah peningkatan standar kelulusan UN ini berdasarkan hasil evaluasi Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pada 2004 rata-rata nilai UN hanya 5,5. Namun pada 2008 lalu hasilnya meningkat drastis menjadi 7,3. “Jadi terbukti bahwa UN mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. Semangat guru mengajar juga meningkat,’’ katanya.

Memperhatikan fluktuasi perubahan standar kelulusan yang terus dinaikkan setiap tahun itu, diyakini, seperti yang memang sudah pernah diwacanakan pejabat Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sebelumnya, tahun depan juga diperkirakan standar kelulusan akan terus dinaikkan hingga mendekati standar kelulusan seperti yang berlaku di dunia internaional. Oleh karena itu, ke depan, sesungguhnya adalah lebih bijaksana jika pelajarlah yang dipersiapkan mengikuti ujian sehingga mereka berhasil melewati batas kelulusan minimal yang ditetapkan Depdiknas, sebagai langkah awal untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi.

Namun di luar polemik setuju atau tidak setuju, pendapat yang mengusulkan agar UN dibuat sebagai salah satu metode evaluasi pembelajaran di samping metode pembelajaran yang lain, kiranya perlu dipertimbangkan dan diskusi lebih lanjut. Sebagaimana pendapat pengamat pendidikan Arif Rachman, hak guru dan sekolah untuk mengevaluasi dan menentukan kelulusan siswa hendaknya tetap diberikan. Satu contoh, jika ada siswa memperoleh nilai kurang nol koma sekian dari standar kelulusan UN, padahal selama tiga tahun siswa itu berprestasi baik, guru atau sekolah sebaiknya punya hak meluluskannya.

Di samping topik tersebut, wacana membuat hasil UN SMA sederajat menjadi syarat masuk perguruan tinggi negeri juga perlu didiskusikan lebih lanjut Sebab menurut pendapat beberapa pihak, jika hal itu dilaksanakan, berarti ada kerancuan berpikir tentang makna evaluasi. Sebab, seleksi masuk perguruan tinggi memiliki maksud dan tujuan yang berbeda dengan UN.

UN merupakan tes untuk mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran, sementara tes masuk ke jenjang pendidikan lebih tinggi merupakan tes untuk mengukur kemampuan calon menjalani proses pendidikan. Jadi usaha untuk menggabungkan keduanya dianggap tidak lagi berangkat dari makna dan jati diri tes, tetapi bagian dari upaya pemenangan perang atas nama kekuasaan. Lebih lanjut disebutkan, mempertemukan kedua tes dalam satu paket akan mengabaikan karakter dan prisip pendidikan yang selama ini berfokus pada anak didik sebagai objek.Semoga dengan pelaksanaan UN tahun ini, kita semakin bijaksana dan anak didik semakin giat belajar. RB (Berita Indonesia 66)